Friday, May 10, 2019

Perilaku Prososial


Menurut Sears. Peplau, dan Taylor. Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas, segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan positif yang diberikan pada orang lain tanpa keinginan untuk memperoleh imbalan untuk kepentingan
diri sendiri.

            Perilaku prososial adalah sebagai tindakan sosial, rasa perhatian, penghargaan, kasih sayang, kesetiaan, serta bantuan yang diberikan pada orang lain yang dilakukan dengan suka rela tanpa pamrih. Perilaku prososial ialah tindakan sukarela yang dilakukan sesorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun atau perasaan telah melakukan kebaikan. Perilaku prososial berkisar dari tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri (Rusthon, 1980)

            Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bahwa perilaku prososial dapat didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki konsekuensi positif orang lain. Myers. Mengatakan bahwa perilaku adalah kepedulian dan pertolongan pada orang lain yang dilakukan secara suka rela dan tidak mengharapkan imbalan apapun. Dalam pandangan psikologi sosial perilaku prososial disebabkan oleh beberapa faktor, maksud pemahaman kita tentang perilaku prososial berasal dari beberapa perspektif teoritis yang luas. Adapun teori teori yang berkenaan dengan
prososial diantaranya sebagai berikut:
1.      Teori Behaviorisme
      sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktikpendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
      Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1)   Reinforcement and Punishment
(2)   Primary and Secondary Reinforcement
(3)    Schedules of Reinforcement;
(4)   Contingency Management;
(5)    Stimulus Control in Operant Learning;
(6)   The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
        Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
        Kaum behavioris mengemukakan alasan manusia memiliki jiwa penolong karena seseorang diajarkan oleh lingkungan (masyarakat) untuk menolong dan untuk prbuatan itu masyarakat menyediakan ganjaran positif, sehingga hal ini memaksakan pentingnya atas proses belajar. Dalam masa perkembangan anak mempelajari norma masyarakat tentang tindakan menolong.dirumah, disekolah dan di lingkungan masyarakat mengajarakan pada anak bahwa mereka harus menolong orang lain.
2.      Teori Norma Sosial
      Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma masyarakat.
Ada tiga macam norma sosial yang biasnya dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong, yaitu:
·         Norma timbal balik ( reciprocity norm). Teori ini dikemukakan oleh Alvin Goulner seseorang tokoh sosiologi dan dalam teori ini, ia berpendapat bahwa kita harus menolong orang lain yang menolong kita. Jika kita sekarang menolong orang lain, maka kita pada suatu saat akan ditolong orang pula. 
·         Norma tanggung jawab sosial (social responsibility norm). Dalam teori ini mengatakan bahwa kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun, dimasa depan sebagai rasa tanggung jawab dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Norma ini menentukan bahwa seharusnya kita membantu orang lain, sebab aturan agama dan moral dimasyarakat menekankan kewjiban untuk saling bantu-membantu dan menolong orang lain. 
·         Norma keseimbangan (harmonic norm). Ini berlaku didunia timur mengatakan bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan yang seimbang, serasi dan selaras. Manusia harus membantu untuk mempertahankan keseimbangan itu antara lain dalam bentuk perilaku menolong.

2.2.  Aspek-aspek Perilaku Prososial
Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni, 2009) memberi pengertian perilaku prososial  mencakup pada tindakan-tindakan: sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kejesahteraan orang lain. Untuk memudahkan penelitian, maka peneliti mendeskripsikan indikator-indikator perilaku prososial diatas, sebagai berikut:
1.                           Membagi  (Sharing),  yakni memberikan  kesempatan  kepada orang lain untuk dapat merasakan  sesuatu yang dimilikinya, termasuk keahlian dan pengetahuan.
2.                           Kerjasama  (Cooperative),  yaitu melakukan kegiatan bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, termasuk mempertimbangkan dan menghargai pendapat orang lain dalam berdiskusi.
3.                           Menyumbang  (Donating),  adalah  perbuatan yang memberikan secara materil kepada seseorang atau kelompok untuk kepentingan umum yang berdasarkan pada permintaan, kejadian dan kegiatan.
4.                           Menolong(Helping), yakni membantu orang lain secara fisik untuk mengurangi beban yang sedang dilakukan.
5.                           Kejujuran(Honesty),  merupakan  tindakan dan ucapan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.  
6.                           Kedermawanan(Generosity),  ialah memberikan sesuatu (biasanya berupa uang dan barang) kepada orang lain atas dasar kesadaran diri.
7.                           Mempertimbangan hak dan kejesahteraan orang lain, yaitu suatu tindakan untuk melakukan suatu hal untuk kepentingan pribadi yang berhubungan dengan orang lain tanpa menganggu dan melanggar hak dan kesejahteraan orang lain



2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
            Campbell (dalam Sears, 1994: 50) menjelaskan bahwa faktor sosial dapat menentukan perilaku prososial individu. Adanya evolusi sosial, yaitu perkembangan sejarah dan kebudayaan atau peradaban manusia dapat menjelaskan perilaku prososial dasar, mulai dari pemeliharaan orang tua terhadap anaknya sampai menolong orang asing yang mengalami kesulitan. Menurutnya, secara bertahap dan selektif masyarakat manusia mengembangkan keterampilan, keyakinan, dan teknologi yang menunjang atau bermanfaat bagi kesejahteraan kelompok, maka perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial. Norma yang penting bagi perilaku prososial adalah tanggung jawab sosial, norma timbal balik, dan kadilan sosial. Ketiga norma ini merupakan dasar budaya bagi perilaku prososial. Melalui proses sosialisasi, individu mempelajari aturan-aturan dan menampilkan perilaku sesuai dengan pedoman perilaku prososial. Proses belajar juga merupakan faktor yang menentukan perilaku prososial. Dalam masa perkembangan, anak mempelajari norma masyarakat tentang tindakan menolong. Di rumah, di sekolah, dan di dalam masyarakat, orang dewasa mengajarkan pada anak bahwa mereka harus menolong orang lain.Faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi perilaku prososial yaitu, karakteristik situasi, karakterisrik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan (dalam Sears dkk, 1994: 61) :
1.      Faktor Situasional, meliputi :
a.       Kehadiran Orang Lain
Individu yang sendirian lebih cenderung memberikan reaksi jika terdapat situasi darurat ketimbang bila ada orang lain yang mengetahui situasi tersebut. Semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan individu yang benar-benar memberikan pertolongan. Faktor ini sering disebut dengan efek penonton (bystander effect). Individu yang sendirian menyaksikan orang lain mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut.
b.      Kondisi Lingkungan
Keadaan fisik lingkungan juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Pengaruh kondisi lingkungan ini seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan.
c.       Tekanan Waktu
Tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat terhadap pemberian bantuan. Individu yang tergesa-gesa karena waktu sering mengabaikan pertolongan yang ada di depannya.

2.      Faktor penolong, meliputi :
a.       Faktor Kepribadian
Adanya ciri kepribadian tertentu yang mendorong individu untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Misalnya, individu yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial, lebih cenderung memberikan sumbangan bagi kepentingan amal, tetapi hanya bila orang lain menyaksikannya. Individu tersebut dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari orang lain sehingga berperilaku lebih prososial hanya bila tindakan itu diperhatikan.
b.       Suasana Hati
Individu lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila berada dalam suasana hati yang baik, dengan kata lain, suasana perasaan positif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk melakukan perilaku prososial.
c.       Rasa Bersalah
Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan individu menolong orang yang dirugikannya, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan tindakan yang baik.
d.      Distres dan Rasa Empatik
Distres diri (personal distress) adalah reaksi pribadi individu terhadap penderitaan orang lain, seperti perasaan terkejut, takut, cemas, perihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialaminya. Sebaliknya, rasa empatik (empathic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Distres diri terfokus pada diri sendiri yaitu memotivasi diri untuk mengurangi kegelisahan diri sendiri dengan membantu orang yang membutuhkan, tetapi juga dapat melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitarnya. Sebaliknya, rasa empatik terfokus pada si korban yaitu hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.



3.      Orang yang membutuhkan pertolongan, meliputi :
a.       Menolong orang yang disukai
Rasa suka awal individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan kesamaan. Karakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian bantuan pada orang yang mengalami kesulitan. Sedangkan individu yang memiliki daya tarik fisik mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menerima bantuan. Perilaku prososial juga dipengaruhi oleh jenis hubungan antara orang seperti yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, individu lebih suka menolong teman dekat daripada orang asing.
b.      Menolong orang yang pantas ditolong
Individu membuat penilaian sejauh mana kelayakan kebutuhan yang diperlukan orang lain, apakah orang tersebut layak untuk diberi pertolongan atau tidak. Penilaian tersebut dengan cara menarik kesimpulan tentang sebab-sebab timbulnya kebutuhan orang tersebut. Individu lebih cenderung menolong orang lain bila yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut

No comments:

Post a Comment