Thursday, May 9, 2019

Definisi tentang OCB (Organizational Citizenship Behavior)


2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang diskresioner, tidak secara langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal, dan secara keseluruhan mendorong fungsi fungsi organisasi (Siswanti, 2017). Sedangkan menurut Suzana (2017) organizational citizenship behavior (OCB) dianggap sebagai suatu perilaku di tempat kerja yang sesuai dengan penilaian pribadi yang melebihi persyaratan kerja dasar seseorang. OCB juga dapat dijelaskan sebagai perilaku yang melebihi permintaan tugas.
Organ (Rama, 2017) mengatakan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang lebih bersifat sukarela, tidak langsung diakui oleh sistem imbalan formal, dan secara keseluruhan meningkatkan efektivitas fungsi organisasi. Sedangkan Purba dan Seniati (Kurniawan, 2015) menjelaskan OCB merupakan kegiatan sukarela dari anggota organisasi yang mendukung fungsi organisasi sehingga perilaku lebih bersifat menolong yang dinyatakan dalam tindakan yang menunjukkan sikap tidak mementingkan diri sendiri, melainkan lebih berorientasi pada kesejahteraan orang lain. Pendapat lain dikemukakan Garray (kurniawan, 2015) dijabarkan sebagai perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan organisasi.
Podsakoff  dan Mackenzie (Nadeak, 2016) menjelaskan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individual yang bersifat  discretionary” yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward formal dan secara bersama – sama akan mendorong fungsi organisasi lebih efektif. Sedangkan Jati (2013) menjelaskan OCB adalah perilaku positif dalam organisasi di luar deskripsi peran kerja, terkadang tidak terlihat jelas, bersifat sukarela dan tidak menghasilkan imbalan (reward) secara formal namun banyak memberikan kontribusi untuk organisasi. OCB juga dapat didefinisikan sebagai perilaku yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward organisasi (Utama & Wibawa, 2016).
Menurut Robbins dan Judge (2008:31) organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Sedangkan Hadiwijaya (2017) mengatakan OCB sebagai individu yang bersifat bebas (disrectionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara (agregat) meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi – fungsi organisasi.
Dari uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku kerja yang dilakukan secara sukarela oleh individu yang tidak tertulis dalam deskripsi pekerjaan, kontrak kerja, dan tidak secara langsung diakui oleh imbalan formal akan tetapi membantu atau menunjang kemajuan organisasi melalui efektivitas fungsi – fungsi yang ada di dalam organisasi.
2.1.2 Hal – Hal Penting dalam Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Hadiwijaya (2017) menguraikan definisi organizational citizenship behavior (OCB) ke dalam beberapa hal – hal penting, antara lain sebagai berikut :
a.       Perilaku individu yang bebas.
Maksudnya adalah perilaku tertentu yang dimunculkan dalam konteks tertentu bukan merupakan persyaratan mutlak yang tercantum dalam deskripsi pekerjaan yang harus dijalankan oleh seorang individu. Hal ini menyebabkan setiap individu memiliki pilihan secara bebas, apakah akan memunculkan OCB atau tidak karena akan dihukum karena tidak mempraktekkan perilaku tersebut.
b.      Tidak secara langsung dan eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal.
Beberapa pekerjaan mencantumkan standar minimal seperti pengalaman, pengetahuan, dan kompetensi untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaan secara tertulis. Ketika berbagai tuntutan tersebut dicantumkan dalam deskripsi pekerjaan, atau kontrak kerja, maka perilaku yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban tersebut bukanlah merupakan OCB.
c.       Secara bersama – sama mendorong fungsi efisiensi dan efektivitas organisasi.
Pengertian secara bersama – sama di atas mengandung maksud bahwa OCB muncul pada setiap individu, pada kelompok, hingga pada tingkatan organisasi secara luas.
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa poin – poin yang ada dalam definisi OCB, yaitu : (1) bersifat bebas, yang berarti bukan persyaratan mutlak yang tercantum dalam deskripsi pekerjaan yang harus dikerjakan; (2) tidak secara langsung diakui sistem penghargaan, yang berarti OCB merupakan perilaku pekerjaan yang tidak tertulis dalam deskripsi pekerjaan dan kontrak kerja, dan (3) secara bersama – sama mendorong fungsi efektivitas organisasi, yang berarti OCB dapat muncul pada semua tingkatan yang ada dalam organisasi.
2.1.3 Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organ (Kurniawan, 2015) menjelaskan terdapat 5 dimensi yang ada dalam OCB yang apabila dilihat secara luas dapat memberikan sumbangan pada hasil kerja organisasi secara keseluruhan, yaitu :
1.      Altruism
Altruism adalah perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi. Hoffman (Kurniawan, 2015) altruism menunjukan suatu pribadi yang lebih mementingkan kepentingan orang lain, dibandingkan dengan kepentingan pribadinya. Misalnya, karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya membantu karyawan lain dalam menghadapi pekerjaan yang sulit. Sedangkan menurut Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) altruism yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela untuk lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Menurut Organ (Rustyaningsih, Kurniawati & Srimulyani, 2017) dimensi altruism disebut juga pecemaking atau cheerleading yaitu pegawai dalam memberikan pertolongan kepada rekan kerja yang mengalami kesulitan baik mengenai tugas organisasional maupun masalah pribadi.


2.      Courtesy
Courtesy adalah perilaku membantu teman kerja untuk mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka. Menurut Hoffman (Kurniawan, 2015) courtesy menunjukkan suatu perilaku membantu orang lain secara sukarela dan bukan merupakan tugas serta kewajibannya. Misalnya membantu dalam mempergunakan peralatan dalam bekerja. Sedangkan menurut Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) courtesy yaitu perilaku yang dilakukan individu secara sukarela untuk mencegah terjadinya permasalahan baik diakibatkan dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Menurut Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) courtesy adalah perilaku yang senantiasa menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah – masalah interpersonal melalui perilaku menghargai dan memperhatikan rekan kerja.
3.      Sportmanship
Sportmanship adalah perilaku toleransi pada situasi yang kurang menyenangkan dan kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh. Menurut Podsakoff (Kurniawan, 2015) dimensi ini kurang dapat perhatian dalam penelitian empiris. Dikatakan pula bahwa sportmanship seharusnya memiliki cakupan yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya menahan ketidakpuasan tetapi individu tersebut harus tetap bersikap positif serta bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelangsungan organisasi. Misalnya, saat dirinya tidak nyaman dengan kondisi pekerjaannya. Sedangkan menurut Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) sportsmanship yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela berupa toleransi untuk bertahan dalam suatu kondisi yang kurang nyaman atau tidak menyenangkan tanpa mengeluh sedikitpun. Sama halnya dengan yang dijelaskan Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) sportmanship adalah keinginan untuk menerima (toleransi) atas ketidaknyamanan yang muncul dan kerelaan atau toleransi atas keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan atau keluhan sehingga dapat meningkatkan iklim positif di antara anggota organisasi, sopan, dan kooperatif, sehingga meningkatkan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
4.      Civic virtue
Civic virtue adalah perilaku terlibat dalam kegiatan – kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi. Hoffman (Kurniawan, 2015) civic virtue, adalah perilaku secara sukarela berpartisipasi, bertanggung jawab dan terlibat dalam mengatasi masalah – masalah organisasi demi kelangsungan organisasi. Karyawan juga aktif mengemukakan gagasan – gagasannya serta ikut mengamati lingkungan bisnis dalam hal ancaman dan peluang. Misalnya, aktif berpartisipasi dalam rapat organisasi.sedangkan menurut Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) civic virtue yang disebut juga organizational participant merupakan perilaku berkomitmen dari pegawai kepada organisasi secara keseluruhan seperti menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
5.      Conscientiousness
Conscientiousness adalah perilaku yang terlihat ketika individu melakukan hal – hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan – peraturan yang berlaku di organisasi. Menurut (Kurniawan, 2015) conscientiousness adalah perilaku yang menunjukkan upaya sukarela untuk meningkatkan cara dalam menjalankan pekerjaannya secara kreatif agar kinerja organisasi meningkat. Perilaku tersebut melibatkan kreatif dan inovatif secara sukarela untuk meningkatkan kemampuannya dalam bekerja demi peningkatan organisasi. Karyawan tersebut melakukan tindakan – tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang disyaratkan, misalnya berinisiatif meningkatkan kompetensinya, secara sukarela mengambil tanggungjawab di luar wewenangnya. Sedangkan menurut Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) conscientiousness, yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela untuk berinisiatif meningkatkan kinerjanya dengan berbagai cara. Menurut Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) conscientiousness disebut juga individual initiative adalah perilaku pegawai yang menunjukkan usaha melebihi yang diharapkan organisasi, misalnya efisiensi dalam penggunaan waktu, inisiatif meningkatkan kompetensi, serta secara sukarela mengambil tanggung jawab di luar wewenang atau panggilan tugasnya.
Pandangan lain tentang dimensi OCB oleh Williams dan Anderson (Rustyaningsih dkk, 2017) sebagai berikut:
a.       Perilaku OCB yang mengarah pada hubungan antara individu dalam organisasi, seperti courtesy dan altruism, disebut citizenship behaviors directed toward individuals (OCB-I), yaitu perilaku-perilaku yang memberikan manfaat secara langsung bagi individu lain dan secara tidak langsung memberikan kontribusi pada organisasi, misalnya membantu rekan kerja yang tidak masuk kerja, memberikan perhatian secara personal pada rekan kerja.
b.      Perilaku OCB yang menguntungkan organisasi secara keseluruhan meliputi hubungan individu dengan organisasi, seperti conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue, disebut citizenship behaviors directed towards the organisation (OCB-O), yaitu merupakan perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, seperti kehadiran di tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan perilaku memelihara ketertiban dengan menaati peraturan-peraturan informal organisasi.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dimensi dari organizational citizenship behavior (OCB) menurut Organ (kurniawan, 2015), yaitu : altruisme, courtesy, sportmamship, civic virtue, dan conscientiousness. Sedangkan menurut Williams dan Anderson (Rustyaningsih dkk, 2017) dari semua dimensi dibagi menjadi dua bagian, yaitu : courtesy dan altruism, disebut citizenship behaviors directed toward individuals (OCB-I),dan conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue, disebut citizenship behaviors directed towards the organisation (OCB-O).
Meskipun demikian, peneliti melakukan pengukuran OCB menggunakan instrumen yang didasarkan pada dimensi OCB dari Organ (Kurniawan, 2015) yaitu : altruisme, courtesy, sportmamship, civic virtue, dan conscientiousness dengan mengembangkan ke dalam bebrapa indikator oleh peneliti untuk disusun menjadi item – item pertanyaan .



2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi OCB
Menurut Setiawan, Sutanto dan Soegandhi (2013) faktor – faktor yang mempengaruhi OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain, antara lain:
a.       Budaya dan iklim organisasi
Menurut Organ (Setiawan dkk, 2013) iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Didalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya.
b.      Kepribadian dan suasana Hati (mood)
Kepribadian dan suasana hati (mood) mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku OCB secara individual maupun kelompok. George dan Brief (Setiawan dkk, 2013) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Organisasi apabila menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif, maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain. 


c.       Persepsi terhadap Perceived Organizational Support (POS)
Shore dan Wayne (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional dapat menjadi prediktor OCB. Pekerja yang merasa didukung organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.
d.      Persepsi terhadap kualitas hubungan atau interaksi atasan – bawahan
Miner (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan bahwa bahwa interaksi atasan bawahan yang berkualitas akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan.
e.       Masa kerja
Grenberg dan Baron (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB. Karyawan yang telah lama bekerja akan memiliki kedekatan dan keterikatan yang kuat dengan organisasi tersebut.
f.       Jenis kelamin (gender)
Konrad (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan bahwa perilaku – perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Lovel et al (Setiawa n dkk, 2013) juga menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria. Morrison (Setiawan dkk, 2013) juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in – role mereka dibanding pria.
Menurut Organ (Prasetya & Rahmawati, 2017) peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut :
1.      Faktor internal
a.       Kepuasan kerja
Karyawan yang puas berkemungkinan lebih besar untuk berbicara positif tentang organisasinya, membantu rekan kerjanya, dan membuat kinerja pekerjaan mereka melampaui target, lebih dari itu karyawan yang puas bisa jadi lebih patuh terhadap panggilan tugas, karena mereka ingin mengulang pengalaman – pengalaman positif mereka.
b.      Komitmen organisasi
Bashaw dan Grant (Prasetya & Rahmawati, 2017) mengartikan komitmen organisasi sebagai keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaan dirinya dalam organisasi, bersedia melakukan usaha yang tinggi demi mencapai sasaran organisasi. Komitmen terbagi menjadi 3 yaitu komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen berkelanjutan.
c.       Kepribadian
Organ (Prasetya & Rahmawati, 2017) menyatakan bahwa perbedaan individu merupakan prediktor yang memainkan peran penting pada seorang karyawan, sehingga karyawan akan menunjukkan OCB mereka.

d.      Moral karyawan
Jati (Prasetya & Rahmawati, 2017) moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berarti tabiat atau kelakuan. Moral berisikan ajaran atau ketentuan mengenai baik dan buruk suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja. Ada 3 unsur moral yaitu kesadaran, kecintaan dan keberanian.
e.       Motivasi
Robbins dan Coulter (Prasetya & Rahmawati, 2017) mengartikan motivasi sebagai kesediaan untuk melakukan usaha yang tinggi demi mencapai sasaran organisasi sebagaimana di persyaratkan oleh kemampuan usaha itu untuk memuaskan sejumlah kebutuhan individu.ada tiga karakteristik pokok dari motivasi yaitu usaha, kemauan, dan arah/tujuan.
2.      Faktor eksternal
a.       Gaya kepemimpinan
Menurut Utaminingsih (Prasetya & Rahmawati, 2017) gaya kepemimpinan adalah kecenderungan orientasi aktifitas pemimpin ketika mempengaruhi aktifitas pemimpin ketika mempengaruhi aktifitas bawahan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
b.      Kepercayaan pada pimpinan
Menurut Tan (Prasetya & Rahmawati, 2017) kepercayaan atau trust adalah rasa percaya yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang didasarkan pada integritas, reliabilitas dan perhatian.


c.       Budaya organisasi
Budaya organisasi menurut Schein (Prasetya & Rahmawati, 2017) mengacu kesistem makna bersama yang dianut oleh anggota untuk membedakan organisasi dengan organisasi yang lain.
            Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior (OCB) menurut Setiawan dkk (2013) antara lain adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi atasan – bawahan, masa kerja dan jenis kelamin (gender). Sedangkan menurut Organ (Prasetya & Rahmawati, 2017) peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepribadian, moral karyawan, dan motivasi, serta faktor eksternal yang meliputi gaya kepemimpinan, kepercayaan pada pimpinan, dan budaya organisasi.
2.1.5 Bentuk – Bentuk Organizational Citizenship Behavior (OCB)
            Menurut Graham (Ahdiyana, 2010) mengemukakan adanya tiga bentuk organizational citizenship behavior (OCB), yaitu :
1.      Ketaatan (Obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.
2.      Loyalitas (Loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi.
3.      Partisipasi (Participation) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari :
a.       partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam urusan – urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya : selalu menaruh perhatian pada isu – isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan – pertemuan tidak resmi.
b.      Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif. Misalnya : memberikan dukungan dan pemikiran invatif. Misalnya memberi masukan pada organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan bagi pengembangan organisasi.
c.       Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya : kesukarelaan untuk melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi pengembangan organisasi.
2.1.6 Pengaruh Organizational Citizenship Behavior terhadap Organisasi
            Balino (Amira, Lubis & Hafasnudin, 2015) menyatakan secara spesifik OCB dapat mempengaruhi organisasi dalam hal :
1.      Mendorong peningkatan produktivitas manajer dan karyawan.
2.      Mendorong penggunaan sumber – sumber daya yang dimiliki organisasi untuk tujuan yang lebih spesifik.
3.      Mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi yang langka pada fungsi pemeliharaan.
4.      Menfasilitasi aktivitas koordinasi diantara anggota tim dan kelompok kerja.
5.      Lebih meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dengan membuat lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk bekerja.
6.      Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi keragaman variasi kinerja dari masing – masing unit organisasi.
7.      Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sedangkan menurut Organ (Nadeak, 2016), manfaat dari OCB antara lain :
1.      OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja.
2.      OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer.
3.      OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.
4.      OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkoordinasi kegiatan tim kerja secra efektif.
5.      OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik.
6.      OCB dapat mempertahankan statbilitas kinerja organisasi.
7.      OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Menurut Nursyamsi (2013) organizational citizenship behavior (OCB) berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan, maka akan memberikan pengaruh secara signifikan peningkatan kinerja karyawan. Dengan semakin baiknya OCB dan pemberdayaan karyawan, maka semakin meningkatkan pula kinerja karyawan. OCB juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan melalui komitmen organisasi. Adanya peningkatan efektivitas organisasi dan pemberdayaan tersebut melalui besarnya nilai pengaruh tidak langsung kepada kinerja karyawan melalui komitmen memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja karyawan.

No comments:

Post a Comment