2.1
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.1.1
Pengertian Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Organizational
citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang
diskresioner, tidak secara langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem
penghargaan formal, dan secara keseluruhan mendorong fungsi fungsi organisasi (Siswanti,
2017). Sedangkan menurut Suzana (2017) organizational
citizenship behavior (OCB) dianggap sebagai suatu perilaku di tempat kerja
yang sesuai dengan penilaian pribadi yang melebihi persyaratan kerja dasar
seseorang. OCB juga dapat dijelaskan sebagai perilaku yang melebihi permintaan
tugas.
Organ (Rama, 2017) mengatakan
bahwa organizational citizenship behavior
(OCB) merupakan perilaku individu
yang lebih bersifat sukarela, tidak langsung diakui oleh sistem imbalan formal,
dan secara keseluruhan meningkatkan efektivitas fungsi organisasi. Sedangkan
Purba dan Seniati (Kurniawan, 2015) menjelaskan OCB merupakan kegiatan sukarela
dari anggota organisasi yang mendukung fungsi organisasi sehingga perilaku
lebih bersifat menolong yang dinyatakan dalam tindakan yang menunjukkan sikap
tidak mementingkan diri sendiri, melainkan lebih berorientasi pada
kesejahteraan orang lain. Pendapat lain dikemukakan Garray (kurniawan, 2015)
dijabarkan sebagai perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan
tugas di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan organisasi.
Podsakoff dan Mackenzie (Nadeak, 2016) menjelaskan
bahwa organizational citizenship behavior
(OCB) merupakan perilaku individual yang bersifat “discretionary”
yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward formal dan secara bersama – sama akan mendorong fungsi
organisasi lebih efektif. Sedangkan Jati (2013) menjelaskan OCB adalah perilaku
positif dalam organisasi di luar deskripsi peran kerja, terkadang tidak
terlihat jelas, bersifat sukarela dan tidak menghasilkan imbalan (reward) secara formal namun banyak
memberikan kontribusi untuk organisasi. OCB juga dapat didefinisikan sebagai
perilaku yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward organisasi (Utama & Wibawa, 2016).
Menurut Robbins dan
Judge (2008:31) organizational
citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi
bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung
berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Sedangkan Hadiwijaya (2017)
mengatakan OCB sebagai individu yang bersifat bebas (disrectionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat
penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara (agregat) meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi – fungsi
organisasi.
Dari uraian tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa organizational
citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku kerja yang dilakukan secara
sukarela oleh individu yang tidak tertulis dalam deskripsi pekerjaan, kontrak
kerja, dan tidak secara langsung diakui oleh imbalan formal akan tetapi
membantu atau menunjang kemajuan organisasi melalui efektivitas fungsi – fungsi
yang ada di dalam organisasi.
2.1.2
Hal – Hal Penting dalam Definisi Organizational
Citizenship Behavior (OCB)
Hadiwijaya (2017)
menguraikan definisi organizational citizenship
behavior (OCB) ke dalam beberapa
hal – hal penting, antara lain sebagai berikut :
a. Perilaku
individu yang bebas.
Maksudnya adalah
perilaku tertentu yang dimunculkan dalam konteks tertentu bukan merupakan
persyaratan mutlak yang tercantum dalam deskripsi pekerjaan yang harus
dijalankan oleh seorang individu. Hal ini menyebabkan setiap individu memiliki
pilihan secara bebas, apakah akan memunculkan OCB atau tidak karena akan
dihukum karena tidak mempraktekkan perilaku tersebut.
b. Tidak
secara langsung dan eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal.
Beberapa pekerjaan
mencantumkan standar minimal seperti pengalaman, pengetahuan, dan kompetensi untuk
memenuhi tanggung jawab pekerjaan secara tertulis. Ketika berbagai tuntutan
tersebut dicantumkan dalam deskripsi pekerjaan, atau kontrak kerja, maka
perilaku yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban tersebut bukanlah
merupakan OCB.
c. Secara
bersama – sama mendorong fungsi efisiensi dan efektivitas organisasi.
Pengertian secara
bersama – sama di atas mengandung maksud bahwa OCB muncul pada setiap individu,
pada kelompok, hingga pada tingkatan organisasi secara luas.
Berdasarkan uraian di
atas penulis menyimpulkan bahwa poin – poin yang ada dalam definisi OCB, yaitu :
(1) bersifat bebas, yang berarti bukan persyaratan mutlak yang tercantum dalam
deskripsi pekerjaan yang harus dikerjakan; (2) tidak secara langsung diakui
sistem penghargaan, yang berarti OCB merupakan perilaku pekerjaan yang tidak
tertulis dalam deskripsi pekerjaan dan kontrak kerja, dan (3) secara bersama –
sama mendorong fungsi efektivitas organisasi, yang berarti OCB dapat muncul
pada semua tingkatan yang ada dalam organisasi.
2.1.3
Dimensi Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Organ (Kurniawan, 2015)
menjelaskan terdapat 5 dimensi yang ada dalam OCB yang apabila dilihat secara
luas dapat memberikan sumbangan pada hasil kerja organisasi secara keseluruhan,
yaitu :
1. Altruism
Altruism
adalah perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu
dalam suatu organisasi. Hoffman (Kurniawan, 2015) altruism menunjukan suatu pribadi yang lebih mementingkan
kepentingan orang lain, dibandingkan dengan kepentingan pribadinya. Misalnya,
karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya membantu karyawan lain dalam
menghadapi pekerjaan yang sulit. Sedangkan menurut Luthans (Siregar &
Prasetio, 2015) altruism yaitu
perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela untuk lebih mementingkan
kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Menurut Organ
(Rustyaningsih, Kurniawati & Srimulyani, 2017) dimensi altruism disebut juga pecemaking
atau cheerleading yaitu pegawai dalam
memberikan pertolongan kepada rekan kerja yang mengalami kesulitan baik
mengenai tugas organisasional maupun masalah pribadi.
2. Courtesy
Courtesy
adalah
perilaku membantu teman kerja untuk mencegah timbulnya masalah sehubungan
dengan pekerjaannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta
menghargai kebutuhan mereka. Menurut Hoffman (Kurniawan, 2015) courtesy menunjukkan suatu perilaku
membantu orang lain secara sukarela dan bukan merupakan tugas serta
kewajibannya. Misalnya membantu dalam mempergunakan peralatan dalam bekerja.
Sedangkan menurut Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) courtesy yaitu perilaku yang dilakukan individu secara sukarela
untuk mencegah terjadinya permasalahan baik diakibatkan dari dalam organisasi
maupun dari luar organisasi. Menurut Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) courtesy adalah perilaku yang senantiasa
menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah – masalah
interpersonal melalui perilaku menghargai dan memperhatikan rekan kerja.
3. Sportmanship
Sportmanship
adalah
perilaku toleransi pada situasi yang kurang menyenangkan dan kurang ideal di
tempat kerja tanpa mengeluh. Menurut Podsakoff (Kurniawan, 2015) dimensi ini
kurang dapat perhatian dalam penelitian empiris. Dikatakan pula bahwa sportmanship seharusnya memiliki cakupan
yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya menahan ketidakpuasan
tetapi individu tersebut harus tetap bersikap positif serta bersedia
mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelangsungan organisasi. Misalnya,
saat dirinya tidak nyaman dengan kondisi pekerjaannya. Sedangkan menurut
Luthans (Siregar & Prasetio, 2015) sportsmanship
yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela berupa
toleransi untuk bertahan dalam suatu kondisi yang kurang nyaman atau tidak
menyenangkan tanpa mengeluh sedikitpun. Sama halnya dengan yang dijelaskan
Organ (Rustyaningsih dkk, 2017) sportmanship
adalah keinginan untuk menerima (toleransi) atas ketidaknyamanan yang
muncul dan kerelaan atau toleransi atas keadaan yang kurang ideal dalam organisasi
tanpa mengajukan keberatan atau keluhan sehingga dapat meningkatkan iklim
positif di antara anggota organisasi, sopan, dan kooperatif, sehingga
meningkatkan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
4. Civic virtue
Civic
virtue adalah perilaku
terlibat dalam kegiatan – kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan
hidup organisasi. Hoffman (Kurniawan, 2015) civic
virtue, adalah perilaku secara sukarela berpartisipasi, bertanggung jawab
dan terlibat dalam mengatasi masalah – masalah organisasi demi kelangsungan
organisasi. Karyawan juga aktif mengemukakan gagasan – gagasannya serta ikut
mengamati lingkungan bisnis dalam hal ancaman dan peluang. Misalnya, aktif
berpartisipasi dalam rapat organisasi.sedangkan menurut Organ (Rustyaningsih
dkk, 2017) civic virtue yang disebut
juga organizational participant
merupakan perilaku berkomitmen dari pegawai kepada organisasi secara
keseluruhan seperti menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau
berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
5. Conscientiousness
Conscientiousness
adalah perilaku yang terlihat ketika individu
melakukan hal – hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan –
peraturan yang berlaku di organisasi. Menurut (Kurniawan, 2015) conscientiousness adalah perilaku yang
menunjukkan upaya sukarela untuk meningkatkan cara dalam menjalankan
pekerjaannya secara kreatif agar kinerja organisasi meningkat. Perilaku
tersebut melibatkan kreatif dan inovatif secara sukarela untuk meningkatkan
kemampuannya dalam bekerja demi peningkatan organisasi. Karyawan tersebut
melakukan tindakan – tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang
disyaratkan, misalnya berinisiatif meningkatkan kompetensinya, secara sukarela
mengambil tanggungjawab di luar wewenangnya. Sedangkan menurut Luthans (Siregar
& Prasetio, 2015) conscientiousness, yaitu
perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela untuk berinisiatif
meningkatkan kinerjanya dengan berbagai cara. Menurut Organ (Rustyaningsih dkk,
2017) conscientiousness disebut
juga individual initiative adalah perilaku pegawai yang menunjukkan
usaha melebihi yang diharapkan organisasi, misalnya efisiensi dalam penggunaan
waktu, inisiatif meningkatkan kompetensi, serta secara sukarela mengambil
tanggung jawab di luar wewenang atau panggilan tugasnya.
Pandangan lain tentang dimensi OCB oleh
Williams dan Anderson (Rustyaningsih dkk, 2017) sebagai berikut:
a. Perilaku OCB yang mengarah pada hubungan antara individu dalam
organisasi, seperti courtesy dan altruism, disebut citizenship
behaviors directed toward individuals (OCB-I),
yaitu perilaku-perilaku yang memberikan manfaat secara langsung bagi
individu lain dan secara tidak langsung memberikan kontribusi pada organisasi,
misalnya membantu rekan kerja yang tidak masuk kerja, memberikan perhatian
secara personal pada rekan kerja.
b. Perilaku
OCB yang menguntungkan organisasi secara keseluruhan meliputi hubungan individu
dengan organisasi, seperti conscientiousness, sportsmanship, dan civic
virtue, disebut citizenship behaviors directed towards the organisation (OCB-O),
yaitu merupakan perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada
umumnya, seperti kehadiran di tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan
perilaku memelihara ketertiban dengan menaati peraturan-peraturan informal
organisasi.
Dari uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa dimensi dari organizational
citizenship behavior (OCB) menurut Organ (kurniawan, 2015), yaitu : altruisme, courtesy, sportmamship, civic
virtue, dan conscientiousness. Sedangkan
menurut Williams dan Anderson (Rustyaningsih
dkk, 2017) dari semua dimensi dibagi menjadi dua bagian, yaitu : courtesy dan altruism,
disebut citizenship behaviors directed toward individuals (OCB-I),dan conscientiousness,
sportsmanship, dan civic virtue, disebut citizenship
behaviors directed towards the organisation (OCB-O).
Meskipun
demikian, peneliti melakukan pengukuran OCB menggunakan instrumen yang
didasarkan pada dimensi OCB dari Organ (Kurniawan, 2015) yaitu : altruisme, courtesy, sportmamship, civic
virtue, dan conscientiousness
dengan mengembangkan ke dalam bebrapa indikator oleh peneliti untuk disusun
menjadi item – item pertanyaan .
2.1.4 Faktor – Faktor
yang Mempengaruhi OCB
Menurut Setiawan,
Sutanto dan Soegandhi (2013) faktor – faktor yang mempengaruhi OCB cukup
kompleks dan saling terkait satu sama lain, antara lain:
a. Budaya
dan iklim organisasi
Menurut Organ (Setiawan
dkk, 2013) iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat
atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Didalam iklim organisasi yang
positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang
telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan
organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan
penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh
organisasinya.
b. Kepribadian
dan suasana Hati (mood)
Kepribadian dan suasana hati (mood) mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku OCB secara individual
maupun kelompok. George dan Brief (Setiawan dkk, 2013) berpendapat bahwa
kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Organisasi apabila menghargai
karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja
berjalan positif, maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus.
Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang
lain.
c. Persepsi
terhadap Perceived Organizational Support
(POS)
Shore dan Wayne (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan
bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional dapat menjadi prediktor OCB.
Pekerja yang merasa didukung organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) dan menurunkan
ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.
d. Persepsi
terhadap kualitas hubungan atau interaksi atasan – bawahan
Miner (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan bahwa bahwa
interaksi atasan bawahan yang berkualitas akan berdampak pada meningkatnya
kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan.
e. Masa
kerja
Grenberg dan Baron (Setiawan dkk, 2013) mengemukakan
bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh
pada OCB. Karyawan yang telah lama bekerja akan memiliki kedekatan dan
keterikatan yang kuat dengan organisasi tersebut.
f. Jenis
kelamin (gender)
Konrad (Setiawan dkk,
2013) mengemukakan bahwa perilaku – perilaku kerja seperti menolong orang lain,
bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain menonjol dilakukan oleh wanita
daripada pria. Lovel et al (Setiawa n
dkk, 2013) juga menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita
dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar
daripada pria. Morrison (Setiawan dkk, 2013) juga membuktikan bahwa ada
perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita
menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in – role mereka dibanding pria.
Menurut Organ (Prasetya
& Rahmawati, 2017) peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai
hal tersebut :
1. Faktor
internal
a. Kepuasan
kerja
Karyawan yang puas
berkemungkinan lebih besar untuk berbicara positif tentang organisasinya,
membantu rekan kerjanya, dan membuat kinerja pekerjaan mereka melampaui target,
lebih dari itu karyawan yang puas bisa jadi lebih patuh terhadap panggilan
tugas, karena mereka ingin mengulang pengalaman – pengalaman positif mereka.
b. Komitmen
organisasi
Bashaw dan Grant (Prasetya & Rahmawati, 2017)
mengartikan komitmen organisasi sebagai keinginan karyawan untuk tetap
mempertahankan keanggotaan dirinya dalam organisasi, bersedia melakukan usaha
yang tinggi demi mencapai sasaran organisasi. Komitmen terbagi menjadi 3 yaitu
komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen berkelanjutan.
c. Kepribadian
Organ (Prasetya & Rahmawati, 2017) menyatakan
bahwa perbedaan individu merupakan prediktor yang memainkan peran penting pada
seorang karyawan, sehingga karyawan akan menunjukkan OCB mereka.
d. Moral
karyawan
Jati (Prasetya & Rahmawati, 2017) moral berasal
dari bahasa latin yaitu mores yang
berarti tabiat atau kelakuan. Moral berisikan ajaran atau ketentuan mengenai
baik dan buruk suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja. Ada 3 unsur moral
yaitu kesadaran, kecintaan dan keberanian.
e. Motivasi
Robbins dan Coulter (Prasetya & Rahmawati, 2017)
mengartikan motivasi sebagai kesediaan untuk melakukan usaha yang tinggi demi
mencapai sasaran organisasi sebagaimana di persyaratkan oleh kemampuan usaha
itu untuk memuaskan sejumlah kebutuhan individu.ada tiga karakteristik pokok
dari motivasi yaitu usaha, kemauan, dan arah/tujuan.
2. Faktor
eksternal
a. Gaya
kepemimpinan
Menurut Utaminingsih
(Prasetya & Rahmawati, 2017) gaya kepemimpinan adalah kecenderungan
orientasi aktifitas pemimpin ketika mempengaruhi aktifitas pemimpin ketika
mempengaruhi aktifitas bawahan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
b. Kepercayaan
pada pimpinan
Menurut Tan (Prasetya
& Rahmawati, 2017) kepercayaan atau trust
adalah rasa percaya yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang
didasarkan pada integritas, reliabilitas dan perhatian.
c. Budaya
organisasi
Budaya organisasi
menurut Schein (Prasetya & Rahmawati, 2017) mengacu kesistem makna bersama
yang dianut oleh anggota untuk membedakan organisasi dengan organisasi yang
lain.
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior
(OCB) menurut Setiawan dkk (2013) antara lain adalah budaya dan iklim
organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood),
persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi
atasan – bawahan, masa kerja dan jenis kelamin (gender). Sedangkan menurut Organ (Prasetya & Rahmawati, 2017)
peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal seperti
kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepribadian, moral karyawan, dan motivasi,
serta faktor eksternal yang meliputi gaya kepemimpinan, kepercayaan pada
pimpinan, dan budaya organisasi.
2.1.5
Bentuk – Bentuk Organizational
Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Graham
(Ahdiyana, 2010) mengemukakan adanya tiga bentuk organizational citizenship behavior (OCB), yaitu :
1. Ketaatan
(Obedience) yang menggambarkan
kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.
2. Loyalitas
(Loyality) yang menggambarkan kemauan
karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan
kelangsungan organisasi.
3. Partisipasi
(Participation) yang menggambarkan
kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi.
Partisipasi terdiri dari :
a. partisipasi
sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam urusan – urusan
organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya : selalu menaruh
perhatian pada isu – isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan –
pertemuan tidak resmi.
b. Partisipasi
advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi
dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif. Misalnya : memberikan
dukungan dan pemikiran invatif. Misalnya memberi masukan pada organisasi dan
memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan bagi pengembangan
organisasi.
c. Partisipasi
fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja
yang diwajibkan. Misalnya : kesukarelaan untuk melaksanakan tugas ekstra,
bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan
tambahan yang berguna bagi pengembangan organisasi.
2.1.6
Pengaruh Organizational Citizenship
Behavior terhadap Organisasi
Balino (Amira,
Lubis & Hafasnudin, 2015) menyatakan secara spesifik OCB dapat mempengaruhi
organisasi dalam hal :
1. Mendorong
peningkatan produktivitas manajer dan karyawan.
2. Mendorong
penggunaan sumber – sumber daya yang dimiliki organisasi untuk tujuan yang
lebih spesifik.
3. Mengurangi
kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi yang langka pada fungsi
pemeliharaan.
4. Menfasilitasi
aktivitas koordinasi diantara anggota tim dan kelompok kerja.
5. Lebih
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan mempertahankan karyawan
yang berkualitas dengan membuat lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih
menyenangkan untuk bekerja.
6. Meningkatkan
stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi keragaman variasi kinerja dari
masing – masing unit organisasi.
7. Meningkatkan
kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sedangkan menurut Organ
(Nadeak, 2016), manfaat dari OCB antara lain :
1. OCB
dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja.
2. OCB
juga mampu meningkatkan produktivitas manajer.
3. OCB
dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan.
4. OCB
menjadi sarana yang efektif untuk mengkoordinasi kegiatan tim kerja secra
efektif.
5. OCB
meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan
dengan kualitas performa yang baik.
6. OCB
dapat mempertahankan statbilitas kinerja organisasi.
7. OCB
membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan.
Menurut Nursyamsi
(2013) organizational citizenship
behavior (OCB) berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan, maka akan
memberikan pengaruh secara signifikan peningkatan kinerja karyawan. Dengan
semakin baiknya OCB dan pemberdayaan karyawan, maka semakin meningkatkan pula
kinerja karyawan. OCB juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan
melalui komitmen organisasi. Adanya peningkatan efektivitas organisasi dan
pemberdayaan tersebut melalui besarnya nilai pengaruh tidak langsung kepada
kinerja karyawan melalui komitmen memberikan kontribusi signifikan terhadap
kinerja karyawan.
No comments:
Post a Comment