A.
PENGARUH SOSIAL
Pengaruh sosial adalah
usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan (belief),
persepsi, atau tingkah laku orang lain. Ada tiga bentuk pengaruh sosial yang
dikenal dalam psikologi sosial, diantaranya adalah konformitas, complience, dan obedience. Dalam konformitas individu mengubah sikap dan tingkah
lakunya agar sesuai dengan norma sosial, dengan kata lain ada tekanan dari
kelompok untuk bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Dalam complience individu melakukan suatu
tingkah laku atas permintaan orang lain. Sementara dalam obedience individu melakukan tingkah laku atas perintah orang lain.
Pengaruh sosial dapat
memberikan dampak positif dan dampak
negatif terhadap perilaku individu. Masyarakat dapat terbentukdengan tatanan
sosial yang teratur karena kecenderungan manusia untuk mengikuti aturan-aturan yang
ada di lingkungan sosial. Namun, kecenderungan itu tidak selalu berarti pada
hal-hal yang positif saja. Manusia juga dapat terpengaruh oleh lingkungan
sosial untuk melakukan perilaku negatif. Seperti konformitaspada perilaku
tawuran, atau kepatuhan buta dalam destructive
obedience.
B. KONFORMITAS
a. Definisi
Konformitas
Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan
bahwa diberbagai korteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun tak terucap yang
mengindikasikan bagaimanan kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku.
Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial (social norm), dan
aturan-aturan ini sering kali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku
kita.Jenis norma yang memberitahu kita apa yang seharusnya kita lakukan pada
situasi tertentu.
Deaux, (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001:75) mengemukakan
bahwa konformitas berarti tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada
permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok.
Sarwono (1995:206) mendefinisikan konformitas sebagai usaha dari individu untuk
selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh kelompok.
Myers (1999:203) mengemukakan bahwa
konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok.
Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya
dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.
Sears (1994:76) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu
karena disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut
konformitas.
Menurut Baron dan Byrne (1994: 206)
konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma
kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana
remaja berperilaku. Jalaludin (2004:148) mengatakan bahwa bila sejumlah orang
dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para
anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Priede dan Ferrel (1995:
189-210) mengatakan bahwa kelompok referensi atau kelompok teman sebaya
mempengaruhi keputusan pembelian bergantung pada sejauh mana individu tersebut
melakukan konformitas dan terpengaruh oleh kelompok serta kekuatan
keterlibatannya di dalam kelompok.
Zebua dan Nurdjayadi (2001:75)
mengemukakan bahwa konformitas pada remaja umumnya terjadi karena mereka tidak
ingin dipandang berbeda dengan teman-temannya. Pada remaja, tekanan teman
sebaya lebih dominan. Hal ini disebabkan oleh besarnya keinginan untuk menjaga
harmonisasi dan penerimaan sosial dalam kelompok. Konformitas muncul pada masa
remaja awal yaitu antara 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, yang ditunjukkan
dengan cara menyamakan diri dengan teman sebaya dalam hal berpakaian, bergaya,
berperilaku, berkegiatan dan sebagainya. Sebagian remaja beranggapan bila
mereka berpakaian atau menggunakan aksesoris yang sama dengan yang sedang
diminati kelompok acuan, maka timbul rasa percaya diri dan kesempatan diterima
kelompok lebih besar. Oleh karena itu remaja cenderung menghindari penolakan
dari teman sebaya dengan bersikap konform atau sama dengan teman sebaya.
Baron dan Byrne (1994:208)
berpendapat bahwa seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya
karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Berk
dalam Zebua dan Nurdjayadi (2001:75) menambahkan bahwa konformitas terhadap
kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi
pada fase remaja. Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai usaha untuk
menyesuaikan diri dengan norma kelompok
acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu
tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun
memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku
tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut.
b. Aspek-aspek
Konformitas
Konformitas sebuah kelompok acuan
dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1991:81-86)
mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya
tiga hal sebagai berikut :
1. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok
acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok.
Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara
anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya.
Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap
anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari
keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin
kompak kelompok tersebut.
a. Penyesuaian Diri
Kekompakan yang tinggi menimbulkan
tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila
orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi
mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita.
kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai
keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.
b. Perhatian terhadap Kelompok
Peningkatan koformitas terjadi
karena anggotanya enggan disebut sebagai
orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui, penyimpangan
menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat
yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari
kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius
tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk
tidak meyetujui kelompok.
2. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah
dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya
dengan pendapat kelompok.
a. Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang
drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan.
Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan
pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila
dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak
mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi
ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.
b. Persamaan Pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat
satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka
konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut
menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan
kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka
konformitas akan semakin tinggi.
c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang
berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang
menyimpang, baik dalam
pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang
lain. Bila orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan
dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa orang yang
menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan merupakan aspek penting dalam
melakukan konformitas.
3. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan
pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak
menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.
a. Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman
Salah satu cara untuk menimbulkan
ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan
menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok
untuk mengubah perilaku seseorang.
b. Harapan Orang Lain
Seseorang akan rela memenuhi
permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini
akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan
orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat
implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan
menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya
diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak
mungkin timbul.
Wiggins (1994 : 124) membagi aspek
konformitas menjadi dua, yaitu :
a. Kerelaan
Rela mengikuti apapun pendapat
kelompok yang diinginkan atau diharapkan agar memperoleh hadiah berupa pujian
dan untuk menghindari celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin diberikan oleh
kelompok jika tidak dikerjakan salah satu dari anggota kelompok tersebut.
b. Perubahan
Saat terjadi perubahan dalam suatu
melakukan konformitas, ketidakhadiran anggota kelompok lebih dianggap sesuai
dengan perilaku dan tindakan anggota kelompok yang hadir. Jadi maksud dari
perubahan di sini adalah proses penyesuaian perilaku dari masing-masing anggota
kelompok terhadap kesepakatan kelompok itu sendiri.
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas
Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat
mempengaruhi konformitas (Baron dan Byrne,1994), yaitu :
1.
Kohesivitas
yang
mencerminkan derajat ketertarikan individu terhadap kelompok. Semakin besar
kohesivitas, maka akan tinggi keinginan individu untuk melakukan konformitas
terhadap kelompok. Sarwono (2001:182-185) menambahkan kohesivitas adalah
perasaan keterpaduan, ke-kitaan antar anggota kelompok. Semakin besar
keterpaduan atau cohesiveness maka semakin besar pula pengaruhnya pada perilaku
individu.
2.
Ukuran kelompok.
Sehubungan
dengan hal ini masih terdapat perdebatan mengenai besar kecilnya jumlah anggota
dalam suatu kelompok yang mempengaruhi konformitas. Namun jika jumlah anggota
melebihi tiga orang akan meningkatkan konformitas.
3.
Ada-tidaknya dukungan sosial
Penelitian
Ash’s (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001:75) memperlihatkan bahwa subjek
penelitiannya ternyata terbuka terhadap tekanan sosial dari kelompok yang
selalu sepakat dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya individu akan menolak
untuk melakukan konformitas jika ia mendapat dukungan dari orang-orang lain
yang tidak sependapat dengan dirinya.
4. Perbedaan jenis kelamin
Perempuan lebih tinggi intensitasnya
dalam bermelakukan konformitas daripada pria, karena pada perempuan lebih
melekat keinginan untuk merubah penampilan yang berhubungan dengan mode. Hal
ini dapat dibuktikan bahwa perempuan cenderung lebih sering ditemukan di Mall
untuk belanja yang berlebihan. Sarwono (2001:182-185) mengatakan bahwa ada enam
ciri yang menandai konformitas, yaitu :
a. Besarnya kelompok, kelompok yang kecil lebih memungkinkan melakukan
konformitas daripada kelompok yang besar.
b. Suara bulat, lebih mudah mempertahankan pendapat
jika banyak kawannya.
c. Keterpaduan / kohesivitas, semakin besar kohesivitas maka akan tinggi
keinginan individu untuk melakukan konformitas terhadap kelompok.
d. Status, bila status individu dalam kelompok belum
ada maka individu akan
melakukan konformitas agar dirinya memperoleh status sesuai harapannya.
e. Tanggapan umum, perilaku yang terbuka yang dapat didengar atau dilihat
secara umum lebih mendorong konformitas daripada perilaku yang dapat didengar
atau dilihat oleh orang-orang tertentu.
f. Komitmen umum, konformitas akan lebih mudah terjadi pada orang yang
tidak mempunyai komitmen apa-apa.
No comments:
Post a Comment