Thursday, May 9, 2019

Pengertian Konformitas dalam Psikologi Sosial


A. PENGARUH SOSIAL
Pengaruh sosial adalah usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan (belief), persepsi, atau tingkah laku orang lain. Ada tiga bentuk pengaruh sosial yang dikenal dalam psikologi sosial, diantaranya adalah konformitas, complience, dan obedience. Dalam konformitas individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial, dengan kata lain ada tekanan dari kelompok untuk bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Dalam complience individu melakukan suatu tingkah laku atas permintaan orang lain. Sementara dalam obedience individu melakukan tingkah laku atas perintah orang lain.
Pengaruh sosial dapat memberikan dampak positif dan  dampak negatif terhadap perilaku individu. Masyarakat dapat terbentukdengan tatanan sosial yang teratur karena kecenderungan manusia untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di lingkungan sosial. Namun, kecenderungan itu tidak selalu berarti pada hal-hal yang positif saja. Manusia juga dapat terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk melakukan perilaku negatif. Seperti konformitaspada perilaku tawuran, atau kepatuhan buta dalam destructive obedience.

B. KONFORMITAS
a. Definisi Konformitas
Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa diberbagai korteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun tak terucap yang mengindikasikan bagaimanan kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku. Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial (social norm), dan aturan-aturan ini sering kali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku kita.Jenis norma yang memberitahu kita apa yang seharusnya kita lakukan pada situasi tertentu.
Deaux, (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001:75) mengemukakan bahwa konformitas berarti tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok. Sarwono (1995:206) mendefinisikan konformitas sebagai usaha dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh kelompok.
Myers (1999:203) mengemukakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan. Sears (1994:76) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas.
Menurut Baron dan Byrne (1994: 206) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Jalaludin (2004:148) mengatakan bahwa bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Priede dan Ferrel (1995: 189-210) mengatakan bahwa kelompok referensi atau kelompok teman sebaya mempengaruhi keputusan pembelian bergantung pada sejauh mana individu tersebut melakukan konformitas dan terpengaruh oleh kelompok serta kekuatan keterlibatannya di dalam kelompok.
Zebua dan Nurdjayadi (2001:75) mengemukakan bahwa konformitas pada remaja umumnya terjadi karena mereka tidak ingin dipandang berbeda dengan teman-temannya. Pada remaja, tekanan teman sebaya lebih dominan. Hal ini disebabkan oleh besarnya keinginan untuk menjaga harmonisasi dan penerimaan sosial dalam kelompok. Konformitas muncul pada masa remaja awal yaitu antara 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, yang ditunjukkan dengan cara menyamakan diri dengan teman sebaya dalam hal berpakaian, bergaya, berperilaku, berkegiatan dan sebagainya. Sebagian remaja beranggapan bila mereka berpakaian atau menggunakan aksesoris yang sama dengan yang sedang diminati kelompok acuan, maka timbul rasa percaya diri dan kesempatan diterima kelompok lebih besar. Oleh karena itu remaja cenderung menghindari penolakan dari teman sebaya dengan bersikap konform atau sama dengan teman sebaya.
Baron dan Byrne (1994:208) berpendapat bahwa seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Berk dalam Zebua dan Nurdjayadi (2001:75) menambahkan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja. Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan diri  dengan norma kelompok acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut.



b. Aspek-aspek Konformitas
Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1991:81-86) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut :
1. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya.
Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.
a. Penyesuaian Diri
Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita. kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.
b. Perhatian terhadap Kelompok
Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut  sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui, penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak meyetujui kelompok.
2. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.
a. Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.
b. Persamaan Pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.
c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam
pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas.
3. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.
a. Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang.
b. Harapan Orang Lain
Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.



Wiggins (1994 : 124) membagi aspek konformitas menjadi dua, yaitu :
a. Kerelaan
Rela mengikuti apapun pendapat kelompok yang diinginkan atau diharapkan agar memperoleh hadiah berupa pujian dan untuk menghindari celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin diberikan oleh kelompok jika tidak dikerjakan salah satu dari anggota kelompok tersebut.
b. Perubahan
Saat terjadi perubahan dalam suatu melakukan konformitas, ketidakhadiran anggota kelompok lebih dianggap sesuai dengan perilaku dan tindakan anggota kelompok yang hadir. Jadi maksud dari perubahan di sini adalah proses penyesuaian perilaku dari masing-masing anggota kelompok terhadap kesepakatan kelompok itu sendiri.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas
Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas (Baron dan Byrne,1994), yaitu :
1.    Kohesivitas
yang mencerminkan derajat ketertarikan individu terhadap kelompok. Semakin besar kohesivitas, maka akan tinggi keinginan individu untuk melakukan konformitas terhadap kelompok. Sarwono (2001:182-185) menambahkan kohesivitas adalah perasaan keterpaduan, ke-kitaan antar anggota kelompok. Semakin besar keterpaduan atau cohesiveness maka semakin besar pula pengaruhnya pada perilaku individu.
2.    Ukuran kelompok.
Sehubungan dengan hal ini masih terdapat perdebatan mengenai besar kecilnya jumlah anggota dalam suatu kelompok yang mempengaruhi konformitas. Namun jika jumlah anggota melebihi tiga orang akan meningkatkan konformitas.
3.    Ada-tidaknya dukungan sosial
Penelitian Ash’s (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001:75) memperlihatkan bahwa subjek penelitiannya ternyata terbuka terhadap tekanan sosial dari kelompok yang selalu sepakat dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya individu akan menolak untuk melakukan konformitas jika ia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang tidak sependapat dengan dirinya.
4. Perbedaan jenis kelamin
Perempuan lebih tinggi intensitasnya dalam bermelakukan konformitas daripada pria, karena pada perempuan lebih melekat keinginan untuk merubah penampilan yang berhubungan dengan mode. Hal ini dapat dibuktikan bahwa perempuan cenderung lebih sering ditemukan di Mall untuk belanja yang berlebihan. Sarwono (2001:182-185) mengatakan bahwa ada enam ciri yang menandai konformitas, yaitu :
a. Besarnya kelompok, kelompok yang kecil lebih memungkinkan melakukan konformitas daripada kelompok yang besar.
b. Suara bulat, lebih mudah mempertahankan pendapat jika banyak kawannya.
c. Keterpaduan / kohesivitas, semakin besar kohesivitas maka akan tinggi keinginan individu untuk melakukan konformitas terhadap kelompok.
d. Status, bila status individu dalam kelompok belum ada maka individu akan
melakukan konformitas agar dirinya memperoleh status sesuai harapannya.
e. Tanggapan umum, perilaku yang terbuka yang dapat didengar atau dilihat secara umum lebih mendorong konformitas daripada perilaku yang dapat didengar atau dilihat oleh orang-orang tertentu.
f. Komitmen umum, konformitas akan lebih mudah terjadi pada orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa.

No comments:

Post a Comment